The Beast and The Harlot – Anthology #4

Jauh sebelum kejadian ‘Salah Bawa’ terjadi, gua sendiri juga udah ngalamin hal hal ga beres dari kebun Rambutan Bu Parmi itu. Namun dari semua hal hal horror yang gua alami disana, gua tidak menyangka bahwa apa yang gua alami di tempat itu juga dialami orang lain.

Seperti suara perempuan bersenandung yang didengar oleh Mbak Yeni, perempuan berambut panjang yang suka nangkring secara random sambil nyisir rambutnya, hingga uler segede gaban yang dikira Anakonda sama Joko.

Dan jujur, gua mengira kalau uler itu ya hanya uler Python biasa, karena gua pikir ya ITU DI KEBON CUY. Masa ada boneka Oppo joget joget disana, kan ga masuk.

Tapi, setelah mendengar cerita dari Joko, Mbah Eko dan beberapa orang lain yang gua percaya ceritanya, gua menarik kata kata gua. Gua tarik pemikiran gua yang mengira bahwa kalau ular itu hanya ular Python biasa, ya karena setau gua uler normal itu ga bisa ilang begitu aja. Literally in a blink of an eye.

Dan sebelumnya juga pernah ada beberapa orang yang bercerita tentang kejadian horor ditempat itu sebelum gua mengalaminya sendiri.

Gua percaya bahwa sesuatu itu ada alasannya; Logis ga logis, sengaja ga disengaja. Pasti ada jawabannya.

Dan menurut gua saat itu, serangkaian kejadian ini terlalu banyak ‘hal hal yang kebetulan’ seperti yang orang banyak katakan. Gua merasa ada sebuah circle disana, antara; kebun rambutan itu, si uler gede dan wanita tersebut.

Haus akan informasi, So I start my own expedition… as always.

logika dari sebuah tragedi

Awalnya gua gatau harus mulai darimana, kalau hanya sekedar bertanya random ke orang orang, yang ada gua cuma jadi korban pansos orang-orang goblok doang. Alhasil, gua berpikir jauh kebelakang, jauh sebelum kehebohan ini terjadi, jauh sebelum kampung ini mulai banyak orang. Dan gua mendapatkan dua jawaban: Sesepuh disini dan Belanda.

Pertama, gua mulai dengan sesepuh disini. Sebenarnya gua bisa aja nanya ke kakek gua, secara dia termasuk manusia gelombang pertama di tempat ini. Tapi gua tau, dia pasti bakal bilang gua ngawur dan malah dikasih dakwah, jadi gua coret kakek gua dari list.

Nama selanjutnya yang muncul dikepala gua yaitu; Mbah Eko, gua punya feeling yang kuat dengan dia karena beberapa hal; dia termasuk sesepuh disana, tinggal persis disebelah kebun Bu Parmi dan istrinya ada keturunan Belanda. PERFECT.

Gua berharap mereka bisa memberikan jawaban yang gua cari.

Singkat cerita, gua menghampiri rumahnya untuk bertamu, sedikit basa basi dan mulai mengemukakan tujuan gua.

“Mbah kira kira tau ngga apa yang terjadi di kebun ini?”. Gua mulai bertanya.

“Ya kamu juga tau kan”. Balas dia sambil duduk dengan santuy.

“Maksud aku apa yang pernah terjadi di kebun ini sebelumnya, kenapa uler dan perempuan itu muncul terus, siapa mereka ini, dan apa hubungannya mereka dengan tanah ini?”. 

“Oh kalau itu tanya aja ke si mbah”. Merujuk ke istrinya.

Lantaran istrinya Mbah Eko ada disitu juga ketika gua bertanya tanya, tanpa perulangan dia langsung menjawab apa yang gua tanya.

“Kalau kamu mau tau lebih tentang Mandy (not a real name of course), mending kamu tanya langsung ke Bu Rina (again not a real name)”. Balas istri mbah Eko. 

Disitu gua sempet bingung, “apa hubungannya orang warung depan sama kebon ini?”.

“Emang dia tau mbah?”. Gua bingung.

“Kan dia temennya. Mereka temenan dari kecil, jadi pasti dia tau tentang temen baiknya itu”. Balasnya.

Disitu gua langsung inget, kalau Bu Rina itu orang Belanda. Gua pernah masuk kerumahnya dan liat foto foto yang dipajang dirumahnya. 

“Terus gimana aku tanya ke dia mbah, masa langsung sosor aja?”. Tanya gua.

“Ya kamu basa basi aja dulu kaya sekarang, terus tanya pelan pelan”. Checkmate si mbah.

“Hehe”. Merasa skakmat, ga lama gua pamit dan menghampiri Bu Rina.

.

Skip basa basi, sesampainya dirumah Bu Rina.

Awalnya muka bu Rina terlihat fine fine saja, namun rautnya berubah ketika gua bertanya perihal temannya Mandy. Meski demikian, dia tidak keberatan untuk menceritakan soal Mandy. Karena dia mengatakan “orang perlu tau apa yang sebenarnya dialami Mandy”.

tragedy demon

Bu Rina bercerita bahwa pada dasarnya Mandy itu adalah orang yang baik, dia senang membuat orang merasa bahagia, terutama yang dekat dengannya. Dia selalu berusaha untuk tidak menyakiti perasaan orang lain.

Bu Rina dan Mandy sudah berteman sejak kecil, orang tua mereka merupakan sisa sisa dari jaman penjajahan Belanda dan tinggal berdampingan (tetanggaan).

Mereka selalu melakukan kegiatan bersama sama, main bareng bareng, nginep kerumah satu sama lain, cerita cerita horror karena kebawa culture Indonesia, kadang main ke sawah cuma buat ngeliatin Kerbau.

“Mandy itu luar biasa buat saya. Dia cantik, pemberani, ga pemalu, punya jiwa petualang dan mudah disenangi…”. 

“…bahkan sampai dewasa pun dia masih memiliki hal itu”. Bu Rina mulai terbawa suasana.

Ketika dewasa, banyak orang yang menyukai Mandy, tak sedikit juga yang terpikat dengannya. Mandy seperti kembang desa ditempat ini. Disisi lain, tak sedikit juga yang benci dengannya.

Bu Rina sadar bahwa tidak semua orang yang benar benar senang dengan Mandy, beberapa dari mereka hanya bermain peran untuk memanfaatkannya. Terlebih ada yang berniat jahat kepadanya.

“Saya tau banyak yang tidak suka dengan keluarganya, maka dari itu saya memberitahu Mandy untuk tidak mudah terbawa“. Ujar Bu Rina.

Atensi Bu Rina saat itu didengarkan oleh Mandy. Namun, karena Mandy senang dengan perhatian orang lain dan senang merasa dicintai, Mandi gampang terbawa suasana.

Mandy jadi sering bergaul dengan orang yang tak dikenal. Padahal dulu, Mandy pasti selalu mengenalkan teman yang baru saja dia kenali. Mandy jadi sering pergi keluar rumah dan tak kenal waktu, terkadang dia bahkan pulang hingga larut malam.

Orang tua Mandy khawatir, namun mereka tidak bisa menasihatinya, karena Mandy selalu melawan dan bertengkar.

Merasa kasihan dengan orangtua Mandy, Bu Rina mencoba untuk mendekati dan membujuk Mandy. Namun, malah cacian dan kata kata kasarlah yang Bu Rina dapat.

“Dia kesal karena saya menasihati dia, dia marah karena saya berusaha menghentikan kesenangannya. Dia bilang saya iri dengannya karena saya tidak memiliki teman atau merasa dicintai seperti dia, dia sangat membenci saya saat itu… dia bilang saya bukan teman dia…”. 

“Saat itu saya menangis, hati saya sakit, dan kami pun bertengkar satu sama lain. Saya mulai membenci Mandy saat itu…”. Ucap Bu Rina.

Singkat cerita, Mandy ga pernah pulang dan Bu Rina tidak mengetahui banyak soal Mandy saat itu, atau lebih tepatnya ga peduli. Hingga akhirnya dia mendengar kabar dari orangtuanya bahwa Mandy akhirnya pulang.

“Mandy sudah pulang tuh”. Ucap ibunya.

“Biarin aja”. Balas Bu Rina.

“Kamu ga mau ketemu dia?”. Tanya sang ibu.

“Buat apa?”. Balas Bu Rina.

Namun Bu Rina benar benar benci dengan Mandy saat itu dan tidak mau bertemu dengannya.

Berselang beberapa hari kemudian Mandy datang kerumah Bu Rina untuk bertemu dengannya, namun Bu Rina tidak menyambut baik kedatangan Mandy, Bu Rina tidak mempedulikan kehadiran Mandy.

“Aku cuma mau bilang, kalau aku bakal pergi entah berapa lama. Dan mungkin ga kembali”. Ucap Mandy sebelum pergi meninggalkan Bu Rina.

Saat itu, Bu Rina tidak mengetahui bahwa itu adalah pertemuan mereka yang terakhir. Karena beberapa hari kemudian Mandy telah ditemukan tak bernyawa tergantung dibawah pohon.

“Orang bilang dia bunuh diri”.

Orang tidak menyangka bahwa Mandy berani melakukan hal itu, bahkan ada yang tidak percaya bahwa Mandy bunuh diri.

“Saya ga percaya dia bunuh diri”. Ucap Bu Rina.

Singkat cerita, keluarga Mandy mulai mendapatkan ancaman, mereka berkata bahwa keluarga Mandy akan bertemu dengan nasib yang sama seperti Mandy jika tidak pergi dari sini. And they leave… just like that.

Ayah Mandy tidak mau jika keluarganya menjadi korban dalam bisnisnya.

.

Pada saat itu juga Bu Rina mulai mengatahui bahwa Mandy memang tidak bunuh diri. Mandy menjadi korban dalam bentuk persaingan bisnis.

Awalnya Mandy dipancing agar termakan bujuk rayu mereka. Setelah berhasil, mereka melecehkan Mandy dan menyiksanya. Mandy sengaja dipulangkan untuk menjadi sebuah contoh, namun orang tuanya tidak bergeming dengan ancaman itu.

Hingga akhirnya skenario keji pun terjadi… 

Karena depresi yang berat, merasa hilang arah dan harapan. Dan dengan mudah Mandy kembali termakan bujuk rayu iblis yang hingga akhirnya memakan nyawanya.

“Darisana ibu merasa kehilangan, ibu sedih…”.

 “… ibu sedih karena mengingat kalau ibu ga ada saat dia membutuhkan”. Ucap Bu Rina.

Kesedihan Bu Rina pun semakin mendalam ketika mendengar rumor bahwa arwah Mandy bergentayangan.

“Orang banyak yang cerita kalau mereka ngeliat Mandy, duduk bersenandung sembari menyisir rambut pirangnya…”. Sambung bu Rina.

….

“Wait, she’s BLONDE?!”. Tanya gua dalam hati.

Singkat cerita gua pergi dari tempat Bu Rina dan masih menyimpan banyak pertanyaan.

“Kalo rambut Mandy pirang kenapa yang dikebon itu rambutnya hitam?”.

“Terus itu siapa?”.

“Kenapa dia punya kelakuan dan sifat yang sama seperti Mandy?”.

“Terus apa hubungannya sama ular gede itu?”.

Gua bingung.

macabre

Dan tanpa sepengetahuan gua, sekumpulan warga yang mengamuk telah berkumpul didepan pohon yang dicurigai sebagai sumber malapetaka ditempat tersebut. Mereka membawa segala jenis senjata tajam berniat untuk menebang pohon tersebut. And weird shit happens…

Pohonnya berdarah.

Ketika dijalan pulang, salah satu teman gua berteriak berkali kali di kejauhan sembari berlari. “Oi pohonnya ditebang!”. 

Gua pun langsung mengikutinya menuju TKP, dan ya… warga lagi rame berusaha menebang sebuah pohon dan mereka mandi darah, literally mandi darah.

Dan hebatnya, meski dianiaya dari segala jenis senjata mulai dari; golok, parang, kapak bahkan gergaji mesin dan amuk massa. Itu pohon tetap berdiri, cuma lecet lecet doang.

“KERJAAN JIN INI, GAIB INI!”. Teriak salah seorang warga.

You don’t say dumbass…

Singkat cerita, Mbah Eko berkata bahwa pohon ini tidak akan bisa ditebang, karena pohon ini terikat dengan sesuatu, dan sesuatu itulah yang ingin Mbah Eko tebang. Karena masalahnya darisana dan bukan pohonnya.

Keesokan harinya, darah darah yang bertebaran disekitar kebun itu menghilang. Gua gatau apa yang Mbah Eko lakukan tapi yang pasti suasana kebon itu jauh sangat berubah, ya itu tetap kebon, cuma ga mencekam kaya sebelumnya aja.

Gua juga sadar kalau tadi malem ga hujan, gua juga ga yakin kalau ada yang ngepel atau ngebersihin darah dari kebon itu. Penasaran, gua tanya mbah Eko secara langsung.

(without spilling any details, ya karena dasarnya gua masih orang sana dan males nganu nganu, so here’s a little detail that I could say to ya…)

A sacrifice . some dark evil shit . a serpent

You know where this is going didn’t ya?

Setelah dapat jawaban dari Mbah Eko maka sampailah gua pada beberapa kesimpulan:

  • Perempuan berambut hitam yang berada dikebun itu bukan Mandy, karena rambut Mandy pirang, which also answers who the f is that I saw earlier on ‘here’
  • Well, tempat itu pernah dipakai untuk ‘melakukan kegiatan yang ga lucu’ dan sekarang jadi ‘sarang’ mereka.
  • Sisanya? Ya lu googling aja ‘serpent meaning in demonology’ dan fokuskan tiga kata diatas hubungkan dengan kekayaan. You get the idea 🙂

Setelah kejadian itu, kebun Bu Parmi udah ga begitu heboh lagi sih, uler gedenya udah ga ada, si perempuan rambut hitam itu ga perlah keliatan lagi. Tetapi, yang lain masih tetep eksis… terkadang ngikutin kelakuan si perempuan rambut hitam itu juga.

It still a shithole if you ask me.

And that, ends the Harlot anthology. 

Leave a comment